Psikolog menyebut krisis etika tercermin dalam konser Coldplay

TEMPO.CO, Jakarta – Tidak hanya memberikan kegembiraan bagi puluhan ribu penggemar musik, Konser Coldplay di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta pada 15 November 2023 juga menunjukkan krisis etika yang sedang berlangsung. Kabar dari manajemen Coldplay terkait kembalinya Xyloband, gelang pintar canggih yang menjadi simbol konser yang baru 77 persen menarik perhatian banyak pihak.

Dari total penonton yang berjumlah sekitar 80.000, 18.400 di antaranya tidak kembali menggunakan Xyloband, angka yang mengejutkan, apalagi dibandingkan dengan rata-rata konser pertama Coldplay sebesar 86 persen. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai etika dan kejujuran pada penontonnya permainan dingin di Indonesia.

Perspektif diberikan oleh psikolog perkembangan anak, remaja dan pendidikan Theresia Novi Poespita Candra. Dosen Universitas Gajah Mada (UGM) mengatakan Indonesia sedang menghadapi krisis etika, dengan kejujuran sebagai salah satu korban utamanya. Ia menganggap kembalinya Xylobanda sebagai bentuk etika, dan tidak melakukan hal tersebut merupakan contoh nyata dari krisis etika yang saat ini melanda masyarakat.

Novi juga mengatakan, krisis etika tidak hanya terwujud dalam pengembalian gelang konser, tetapi juga dalam perilaku sehari-hari. Contoh sederhananya, pembuangan sampah sembarangan tanpa memperhatikan etika higienis juga merupakan contoh krisis etika apa yang sedang terjadi.

Dampak era digital
Menurut Novi, era digital berperan besar dalam memperburuk situasi tersebut. Kecenderungan untuk bereaksi dengan cepat dan tanpa berpikir sering kali dipicu oleh teknologi yang mempercepat segala hal dalam hidup. Misalnya di dunia digital, ketika orang tidak suka atau tidak setuju, orang bisa langsung menghapus pertemanan tanpa mempedulikan etika dan dampaknya terhadap hubungan sosial.

Penting untuk dipahami bahwa cara berpikir yang cepat ini disebabkan oleh cara kerja teknologi yang cenderung mengejar efisiensi dan efektivitas. Namun akibat dari perilaku tersebut adalah kurangnya pertimbangan terhadap emosi orang lain dan dampak yang ditimbulkannya. Dalam konteks ini, Novi menyatakan tidak dapat dikembalikannya barang seperti Xyloband merupakan contoh nyata perilaku tidak etis karena tidak mempertimbangkan dampaknya bagi pihak lain.

READ  Analisis Tipologi Terorisme dan Organisasi Teroris Menurut Ronald Crelinsten

Salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian adalah peran teknologi dalam membentuk cara kita berpikir dan bertindak. Ketidakmampuan berdialog juga menjadi salah satu dampak negatif era digital. Dengan segala kemudahan dan kecepatan informasi yang diberikan oleh teknologi, kemampuan memahami emosi orang lain dan dampak tindakan yang dilakukan semakin berkurang.

Dari segi psikologis, Novi menjelaskan bahwa otak manusia memiliki bagian prefrontal cortex yang salah satunya bertugas mengambil keputusan etis. Namun penelitian menunjukkan bahwa di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Surabaya dan Jakarta, prefrontal cortex anak usia 15 tahun ke atas cenderung lemah karena kurangnya stimulasi melalui pendidikan.

Periklanan

Pendidikan sebagai solusinya
Menurut Novi, pendidikan mempunyai peran mendasar dalam membentuk moralitas dan etika. Sayangnya pendidikan di Indonesia gagal membangun kesadaran diri dalam berperilaku. Ia menyoroti kebijakan pendidikan yang lebih fokus pada standardisasi akademik, literasi, dan numerasi tanpa mengedepankan moral dan etika.

Novi percaya bahwa mengubah paradigma pendidikan, dengan fokus pada kesadaran diri dan dialog, bisa menjadi langkah awal untuk mengatasi krisis etika. Moralitas dan etika terbentuk melalui alasan moralyang dapat dikembangkan melalui pendidikan yang melibatkan dialog dan diskusi.

Dalam Bhineka Tunggal Ika Jilid 2 Edisi 1 Mei 2015, karya Amrina Rosyad menyebutkan alasan moral merupakan suatu pendekatan proses pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran melalui diskusi kelompok. Namun kebiasaan membicarakan masalah etika belum menjadi fokus utama pendidikan di Indonesia.

Penting untuk mengkaji dampak ketidakmampuan berdialog terhadap berbagai aspek masyarakat. Fenomena ini patut menjadi peringatan untuk lebih memperhatikan pendidikan berbasis kesadaran diri dan dialog sebagai langkah mendasar dalam mengatasi krisis etika yang terjadi saat ini.

READ  Belajar matematika mendorong pemikiran kritis

teori pembelajaran sosial oleh Albert Bandura dalam Belajar dan Belajar oleh Moh. Suardi (2018) mengatakan bahwa masyarakat mengambil informasi dan mengambil keputusan tentang perilaku yang akan diambilnya berdasarkan lingkungan dan perilaku orang lain disekitarnya. Dengan kata lain, orang-orang terdekat termasuk orang tua dapat menjadi teladan bagi anak dalam berperilaku.

Jika perilaku yang ditampilkan tidak baik maka kondisi ini dapat diturunkan dari generasi ke generasi dan menjadi jahat. Namun, menurut Novi, kebiasaan buruk orang tua atau lingkungan bisa menghilangkan peran pemerintah sebagai pencipta peradaban baru melalui pendidikan formal.

Pilihan Editor: Jalan sambil bergoyang ala pelantun Coldplay itu punya banyak manfaat



Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *